| Pelaksanaan Elektrikalmekanikal | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| 1. Pemilihan Turbin
Turbin
air berperan untuk mengubah energi air (energi potensial, tekanan dan
energi kinetik) menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran poros.
Putaran poros turbin ini akan diubah oleh generator menjadi tenaga
listrik. Berdasarkan prinsip kerjanya , turbin air dibagi menjadi dua
kelompok:
v Turbin impuls (cross-flow, pelton & turgo)
untuk jenis ini, tekanan pada setiap sisi sudu geraknya lrunnernya - bagian turbin yang berputar - sama.
v Turbin reaksi ( francis, kaplanlpropeller)
Daerah
aplikasi berbagai jenis turbin air relatif spesifik. Pada beberapa
daerah operasi memungkinkan digunakan beberapa jenis turbin. Pemilihan
jenis turbin pada daerah operasi yang overlaping ini memerlukan
perhitungan yang lebih mendalam. Pada dasarnya daerah kerja operasi
turbin menurut Keller2 dikelompokkan menjadi:
Low head powerplant: dengan tinggi jatuhan air (head) :S 10 M3
Medium head power plant:: dengan tinggi jatuhan antara low head dan
high-head High head power plant: dengan tinggi jatuhan air yang memenuhi
persamaan
H ≥ 100 (Q)0-113
dimana, H =head, m Q = desain debit, m 31s
Secara umum hasil survey lapangan mendapatkan potensi pengembangan
PLTMH dengan tinggi jatuhan (head) 6 - 60 m, yang dapat dikattegoirikan
pada head rendah dan medium.
Tabel Daerah Operasi Turbin
2. Kriteria Pemilihan Jenis Turbin
Pemilihan
jenis turbin dapat ditentukan berdasarkan kelebihan dan kekurangan dari
jenis-jenis turbin, khususnya untuk suatu desain yang sangat spesifik.
Pada tahap awal, pemilihan jenis turbin dapat diperhitungkan dengan
mempertimbangkan parameter-parameter khusus yang mempengaruhi sistem
operasi turbin, yaitu :
v
Faktor tinggi jatuhan air efektif (Net Head) dan debit yang akan
dimanfaatkan untuk operasi turbin merupakan faktor utama yang
mempengaruhi pemilihan jenis turbin, sebagai contoh : turbin pelton
efektif untuk operasi pada head tinggi, sementara turbin propeller
sangat efektif beroperasi pada head rendah.
v Faktor daya (power) yang diinginkan berkaitan dengan head dan debit yang tersedia.
v
Kecepatan (putaran) turbin ang akan ditransmisikan ke generator.
Sebagai contoh untuk sistem transmisi direct couple antara generator
dengan turbin pada head rendah, sebuah turbin reaksi (propeller) dapat
mencapai putaran yang diinginkan, sementara turbin pelton dan crossflow
berputar sangat lambat (low speed) yang akan menyebabkan sistem tidak
beroperasi.
Ketiga faktor di atas seringkali diekspresikan sebagai "kecepatan spesifik, Ns", yang didefinisikan dengan formula:
Ns = N x P0.51W .21
dimana :
N = kecepatan putaran turbin, rpm
P = maksimum turbin output, kW
H = head efektif , m
Output turbin dihitung dengan formula:
P=9.81 xQxHx qt (2)
dimana
Q = debit air, m 3 ldetik
H = efektif head, m
ilt = efisiensi turbin
= 0.8 - 0.85 untuk turbin pelton
= 0.8 - 0.9 untuk turbin francis
= 0.7 - 0.8 untuk turbin crossfiow
= 0.8 - 0.9 untuk turbin propellerlkaplan
Kecepatan
spesifik setiap turbin memiliki kisaran (range) tertentu berdasarkan
data eksperimen. Kisaran kecepatan spesifik beberapa turbin air adalah
sebagai berikut:
Dengan
mengetahui kecepatan spesifik turbin maka perencanaan dan pemilihan
jenis turbin akan menjadi lebih mudah. Beberapa formula yang
dikembangkan dari data eksperimental berbagai jenis turbin dapat
digunakan untuk melakukan estimasi perhitungan kecepatan spesifik
turbin, yaitu :
Dengan mengetahui besaran kecepatan spesifik maka dimensi dasar turbin dapat diestimasi (diperkirakan).
Pada perencanaan PLTMH ini, pilihan turbin yang cocok untuk lokasi yang tersedia adalah :
Pemilihan jenis turbin tersebut berdasarkan ketersediaian teknologi
secara lokal dan biaya pembuatan/pabrikasi yang lebih murah dibandingkan
tipe lainnya seperti pelton dan francis. Jenis turbin crosstlow yang
dipergunakan pada perencanaart ini adalah crossfiow T-14 dengan diameter
runner 0.3 m. Turbin tipe ini memiliki efisiensi maksimum yang baik
sebesar 0.74 dengan efisiensi pada debit 40% masih cukup tinggi di atas
0.6. Sementara untuk penggunaan turbin propeller open flume pabrikasi
lokal ditetapkan efisiensi turbin sebesar 0.75.
Penggunaan kedua jenis turbin tersebut untuk pembangkit tenaga air skala
mikro (PLTMH), khususnya crossfIlow T-14 telah terbukti handai di
lapangan dibandingkan jenis crossfiow lainnya yang dikembangkan oleh
berbagai pihak (lembaga penelitian, pabrikan, import).
Putaran turbin baik propeller open flume head rendah dan turbin
crossflow memiliki kecepatan yang rendah. Pada sistem mekanik turbin
digunakan transmisi sabuk flatbelt dan pulley untuk menaikkan putaran
sehingga sama dengan putaran generator 1500 rpm. Efisiensi sistem
transmisi mekanik flat belt diperhitungkan 0.98. Sementara pada sistem
transmisi mekanik turbin propeller open flume menggunakan sabuk V,
dengan efisiensi 0.95.
Tabel Putaran Generator Sinkron (rpm)
Tabel Run-away speed Turbin, N maks/N
2. Pemilihan Generator dan Sistem Kontrol
Generator
adalah suatu peralatan yang berfungsi mengubah energi mekanik menjadi
energi listrik. Jenis generator yang digunakan pada perencanaan PLTMH
ini adalah :
v Generator sinkron, sistem eksitasi tanpa sikat (brushless exitation) dengan penggunaan dua tumpuan bantalan (two bearing).
v Induction Motor sebagai Generator (IMAG) sumbu vertikal, pada perencanaan turbin propeller open flume
Spesifikasi
generator adalah putaran 1500 rpm, 50 Hz, 3 phasa dengan keluaran
tegangan 220 V/380 V. Efisiensi generator secara umum adalah
v Aplikasi < 10 KVA efisiensi 0.7 - 0.8
v Aplikasi 10 - 20 KVA efisiensi 0.8 - 0.85
v Aplikasi 20 - 50 KVA efisiensi 0.85
v Aplikasi 50 - 100 KVA efisiensi 0.85 - 0.9
v Aplikasi >. - 100 KVA efisiensi 0.9 - 0.95
Sistem
kontrol yang digunakan pada perencanaan PLTMH ini menggunakan
pengaturan beban sehingga jumlah output daya generator selalu sama
dengan beban. Apabila terjadi penurunan beban di konsumen, maka beban
tersebut akan dialihkan ke sistem pemanas udara (air heater) yang
dikenal sebagai ballast load/dumy load.
Sistem pengaturan beban yang digunakan pada perencanaan ini adalah
v Electronic Load Controller (ELC) untuk penggunaan generator sinkron
v Induction Generator Controller (IGC) untuk penggunaan IMA
Sistem
kontrol tersebut telah dapat dipabrikasi secara lokal, dan terbukti
handal pada penggunaan di banyak PLTMH. Sistem kontrol ini terintegrasi
pada panel kontrol (switch gear).
Fasillitas operasi panel kontrol minimum terdiri dari
v Kontrol start/stop, baik otomatis, semi otomatis, maupun manual
v Stop/berhenti secara otomatis
v Trip stop (berhenti pada keadaan gangguan: over-under voltage, over-under frekuensi.
v Emergency shut down, bila terjadi gangguan listrik (misal arus lebih)
Notes:
Keller,
S.: Triebwasserweg und spezifische Probleme von Hochdruckanlagen. In:
Kleinwasserkraftwerke, Projektierung und Entwurf Published by Prof. Dr.
S. Radler, University for Soil Culture, Intitute for Water Management,
Vienna, 1981
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
pengetahuan berbasis teknologi
Sabtu, 14 Januari 2012
PELAKSANAAN TURBIN
Jumat, 13 Januari 2012
1. PENDAHULUAN
Ketika seseorang berbicara mengenai biogas, biasanya yang dimaksud adalah gas yang dihasilkan oleh proses biologis yang anaerob (tanpa bersentuhan dengan oksigen bebas) yang terdiri dari kombinasi methane (CH4), karbon dioksida (CO2), Air dalam bentuk uap (H20), dan beberapa gas lain seperti hidrogen sulfida (H2S), gas nitrogen (N2), gas hidrogen (H2) dan jenis gas lainnya dalam jumlah kecil.
Secara lebih singkat, biogas dapat diartikan sebagai “gas yang diproduksi oleh makhluk hidup”.
Dalam artikel seri pertama ini penulis tidak akan menceritakan mengenai konsep konsep yang melatarbelakangi biogas secara mendalam untuk menghindari terlihat seperti text-book :). Akan tetapi disini penulis akan menceritakan dan mendokumentasikan pengalaman penulis mengenai pembuatan dan instalasi pembangkit (digester) biogas di areal Manglayang Farm yang menggunakan bahan baku kotoran sapi seperti yang telah penulis lakukan.
Pembangkit yang kami buat adalah pembangkit biogas terbuat dari plastik polyethylene tubular dengan tipe pembangkit horizontal continous feed, biasa disebut juga tipe plug-flow, atau terkadang disebut juga sebagai model Vietnam karena dikembangkan terakhir disana.
Pertimbangan kami mengadopsi tipe ini adalah: a. Biaya relatif rendah b. Instalasi relatif mudah c. Bahan serta alat yang digunakan dapat ditemukan di sekitar kota Bandung.
Ada banyak tipe pembangkit biogas yang telah diciptakan dan dikembangkan. Tidak kurang dari Kolombia, Etiopia, Tanzania, Vietnam dan Kamboja telah mengembangkan pembangkit dengan harga murah, dengan tujuan utama mereduksi biaya produksi dengan menggunakan bahan bahan baku yang tersedia di lokal dan instalasi dan proses operasi yang sederhana. (Botero dan preston 1987; Solarte 1995; Chater 1986; Sarwatt et al 1995; Soeurn 1994; Khan 1996).
Model yang digunakan ini berbasis dari model “red mud PVC” yang dikembangkan oleh Taiwan seperti dijelaskan oleh Pound et al (1981) yang kemudian lebih disederhanakan lagi oleh Preston dan kawan kawan untuk pertama kali di Etiopia (Preston unpubl.), dan Kolombia (Botero dan Preston 1987) dan terakhir dikembangkan di Vietnam (Bui Xuan An et al 1994).
Tujuan utama kami melakukan instalasi pembangkit biogas di areal Manglayang Farm adalah bukan pencapaian produksi gas yang maksimal. Namun selain sebagai proses pembelajaran teknologi, juga untuk mendapatkan hasil keluaran dari pembangkit biogas yang merupakan pupuk organik dengan kualitas baik.
2. PERSIAPAN INFRASTRUKTUR PEMBANGKIT
Mari kita lihat konsep dasar alur proses produksi biogas.
Tahapan awal adalah mempersiapkan bahan baku organik yang dapat dicerna oleh bakteri dan mikroorganisme yang ada didalam pembangkit biogas. Dalam hal ini karena instalasi biogas dilakukan di areal peternakan sapi perah, bahan baku utama yang digunakan adalah kotoran sapi. Perlu diketahui, bahwa apabila yang menjadi tujuan utama dari instalasi biogas adalah pencapaian produksi gas yang optimal, kotoran sapi bukan bahan baku yang baik.
Tahap selanjutnya adalah yang kami sebut dengan fase input. Di dalam fase ini dilakukan pengolahan terhadap bahan baku agar dapat memenuhi persyaratan yang telah kami tentukan sebelumnya yaitu:
a. Filtrasi pertama.
Target dari penyaringan ini adalah bahan baku tidak mengandung serat yang terlalu kasar. Serat kasar disini berarti sampah sampah atau kotoran kandang selain kotoran ternak, seperti batang dan daun keras, sisa batang rumput dan kotoran lainnya yang sebagian besar adalah sisa sisa pakan ternak yang terlalu kasar. Hal ini dapat menimbulkan scum/buih dan residu di dalam pembangkit yang dapat mengurangi kinerja dari pembangkit itu sendiri.
b. Pencampuran dengan air dan pengadukan.
Dilakukan pencampuran kotoran sapi dan air. Air sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam pembangkit sebagai media transpor. Oleh karenanya tahapan ini cukup krusial mengingat campuran yang terlalu encer atau terlalu kental dapat mengganggu kinerja pembangkit dan menyulitkan dalam penanganan effluent (hasil keluaran pembangkit biogas). Sebagai panduan dasar, campuran yang baik berkisar antara 7% - 9% bahan padat. Disini juga dilakukan pengadukan agar campuran bahan organik – air dapat tercampur dengan homogen.
c. Filtrasi kedua
Target kami dengan melakukan penyaringan tahap kedua adalah untuk memisahkan kotoran sapi sebagai bahan baku organik pembangkit dengan bahan anorganik lain yang lolos di saringan tahap pertama terutama pasir dan batu batu kecil. Proses ini cukup penting mengingat kandungan bahan anorganik (pasir) di dalam pembangkit tidak dapat dicerna oleh bakteri dan dapat menyebabkan residu di dasar pembangkit.
d. Pemasukkan bahan organik
Kami membuat semacam katup/keran sederhana agar proses pemasukkan bahan organik kedalam pembangkit dapat dilakukan dengan semudah mungkin.
Memang cukup banyak parameter parameter yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pembangkit biogas ini (parameter dan syarat syarat lain seperti temperatur, rasio karbon – nitrogen, derajat keasaman dan lainnya mudah mudahan dapat kami singgung di tulisan selanjutnya). Nampaknya hal hal inilah yang menjadi kendala operasi dalam pemasyarakatan dan penggunaan pembangkit biogas secara masal di banyak negara.
Target kami dalam melakukan desain pembangkit dan infrastruktur ini adalah pengerjaan dan operasi dapat dilakukan oleh anak kandang atau pegawai kebun. Sehingga proses proses yang rumit ini harus dibuat sesederhana mungkin dan tidak menambah beban pekerjaan pegawai lebih banyak.
2.1 BAK MIXER
Di dalam bak ini kotoran ternak dicampur dengan air untuk kemudian dialirkan menuju pembangkit. Ukuran bak pencampur yang kami buat adalah 50x50x50cm sehingga volume yang dapat ditampung dengan kapasitas maksimum 80% bak adalah 100 liter. Desain bak permanen dengan bahan semen dan batu bata.
Bak mixer ini memiliki celah miring di kedua sisinya sebagai tumpuan filter/screen untuk memisahkan serat yang terlalu kasar. Screen ini dapat diangkat untuk dibersihkan.
Screen terbuat dari kawat ayam dengan mesh +/- 1cm. Sebelumnya kami sudah mencoba dengan mesh yang lebih rapat, namun ternyata kotoran sapi tidak dapat lewat mesh tersebut. Dengan mesh 1cm inipun kami masih merasa terlalu rapat. Pada gambar terlihat bahwa serat yang kasar tersangkut pada screen.
Desain ini kami anggap masih belum cukup baik, karena untuk melakukan penyaringan, masih diperlukan effort yang besar untuk mengayak kotoran tersebut.
Di bagian belakang bak ini (arah kiri pada gambar 4) terdapat 1 buah lubang (¾”) untuk overflow apabila air terlalu penuh atau apabila bak terisi air hujan. Kemudian 1 lubang lagi (2”) untuk pencucian/drainase dan 1 lubang (PVC 4”) dengan sumbat untuk pengaliran bahan baku ke dalam pembangkit.
2.2 PARIT PEMBANGKIT
Pembangkit yang terbuat dari plastik polyethylene kami tempatkan semi-underground, setengah terkubur di dalam tanah. Untuk itu perlu dibuatkan semacam parit sebagai wadah agar pembangkit yang berbentuk tubular dapat disimpan dengan baik.
Parit ini berukuran panjang 6m, lebar atas 95cm, lebar bawah 75cm, tinggi di ujung input adalah 85cm, dan tinggi di ujung output 95cm. Untuk lebih jelas, perhatikan skema berikut.
Gambar 5: Skema parit pembangkit.
(1) Dimensi Parit. (2). Bentuk parit yang cekung pada dasar, membentuk mangkok.
Dimensi parit yang dibuat sangat tergantung pada dimensi pembangkit yang akan dibuat dan tentu ukuran plastik polyethylene (PE) yang tersedia di pasaran. Kami menggunakan plastik PE dengan lebar bentang 150cm, sehingga apabila membentuk tubular, diameternya sekitar 95cm. Kapasitas pembangkit yang kami buat kurang lebih 4000 liter. Parit ini memiliki inklinasi sekitar 2 – 3 derajat turun mengarah ke lubang output. Inklinasi ini dibuat untuk memaksimalkan volume pembangkit yang dapat diisi oleh bahan baku.
Setelah dilakukan penggalian parit, pembentukan dinding parit dapat dilakukan dengan campuran semen-tanah, semen-batu bata, atau seperti yang kami lakukan, menggunakan campuran air dan tanah saja. Hal ini dilakukan untuk menekan biaya produksi. Tanah galian dicampur dengan air dan diaduk aduk dengan cara di injak injak hingga didapatkan tanah yang memiliki tekstur liat. Setelahnya dengan menggunakan sendok tembok dapat dibuat dinding, persis seperti menembok dengan semen. Cara ini sangat murah dan sederhana, namun memang dari sisi ketahanan tidak baik, karena pengaruh suhu, dan campuran yang tidak homogen dinding tanah akan mudah retak dan pecah. Dinding ini perlu kami buat karena lokasi pembangkit berada di tanah urugan, sebaiknya memang parit dibuat di tanah bukan urugan, sehingga pembuatan dinding dapat memanfaatkan kekerasan tanah yang ada.
Seperti terlihat pada gambar, bagian atas parit untuk sementara ditutupi
dengan bekas karung agar tidak pecah sebelum kantung plastik pembangkit
masuk ke dalamnya. Yang perlu diperhatikan juga adalah kerataan
permukaan pinggir dan dasar parit. Pastikan tidak ada batu atau akar
yang tersisa yang dapat melukai kantung plastik. Selain itu buatkan
selokan kecil di sekeliling parit agar air tidak masuk ke dalam
instalasi pembangkit.
Ketika seseorang berbicara mengenai biogas, biasanya yang dimaksud adalah gas yang dihasilkan oleh proses biologis yang anaerob (tanpa bersentuhan dengan oksigen bebas) yang terdiri dari kombinasi methane (CH4), karbon dioksida (CO2), Air dalam bentuk uap (H20), dan beberapa gas lain seperti hidrogen sulfida (H2S), gas nitrogen (N2), gas hidrogen (H2) dan jenis gas lainnya dalam jumlah kecil.
Secara lebih singkat, biogas dapat diartikan sebagai “gas yang diproduksi oleh makhluk hidup”.
Dalam artikel seri pertama ini penulis tidak akan menceritakan mengenai konsep konsep yang melatarbelakangi biogas secara mendalam untuk menghindari terlihat seperti text-book :). Akan tetapi disini penulis akan menceritakan dan mendokumentasikan pengalaman penulis mengenai pembuatan dan instalasi pembangkit (digester) biogas di areal Manglayang Farm yang menggunakan bahan baku kotoran sapi seperti yang telah penulis lakukan.
Pembangkit yang kami buat adalah pembangkit biogas terbuat dari plastik polyethylene tubular dengan tipe pembangkit horizontal continous feed, biasa disebut juga tipe plug-flow, atau terkadang disebut juga sebagai model Vietnam karena dikembangkan terakhir disana.
Pertimbangan kami mengadopsi tipe ini adalah: a. Biaya relatif rendah b. Instalasi relatif mudah c. Bahan serta alat yang digunakan dapat ditemukan di sekitar kota Bandung.
Ada banyak tipe pembangkit biogas yang telah diciptakan dan dikembangkan. Tidak kurang dari Kolombia, Etiopia, Tanzania, Vietnam dan Kamboja telah mengembangkan pembangkit dengan harga murah, dengan tujuan utama mereduksi biaya produksi dengan menggunakan bahan bahan baku yang tersedia di lokal dan instalasi dan proses operasi yang sederhana. (Botero dan preston 1987; Solarte 1995; Chater 1986; Sarwatt et al 1995; Soeurn 1994; Khan 1996).
Model yang digunakan ini berbasis dari model “red mud PVC” yang dikembangkan oleh Taiwan seperti dijelaskan oleh Pound et al (1981) yang kemudian lebih disederhanakan lagi oleh Preston dan kawan kawan untuk pertama kali di Etiopia (Preston unpubl.), dan Kolombia (Botero dan Preston 1987) dan terakhir dikembangkan di Vietnam (Bui Xuan An et al 1994).
Tujuan utama kami melakukan instalasi pembangkit biogas di areal Manglayang Farm adalah bukan pencapaian produksi gas yang maksimal. Namun selain sebagai proses pembelajaran teknologi, juga untuk mendapatkan hasil keluaran dari pembangkit biogas yang merupakan pupuk organik dengan kualitas baik.
2. PERSIAPAN INFRASTRUKTUR PEMBANGKIT
Mari kita lihat konsep dasar alur proses produksi biogas.
Tahapan awal adalah mempersiapkan bahan baku organik yang dapat dicerna oleh bakteri dan mikroorganisme yang ada didalam pembangkit biogas. Dalam hal ini karena instalasi biogas dilakukan di areal peternakan sapi perah, bahan baku utama yang digunakan adalah kotoran sapi. Perlu diketahui, bahwa apabila yang menjadi tujuan utama dari instalasi biogas adalah pencapaian produksi gas yang optimal, kotoran sapi bukan bahan baku yang baik.
Tahap selanjutnya adalah yang kami sebut dengan fase input. Di dalam fase ini dilakukan pengolahan terhadap bahan baku agar dapat memenuhi persyaratan yang telah kami tentukan sebelumnya yaitu:
a. Filtrasi pertama.
Target dari penyaringan ini adalah bahan baku tidak mengandung serat yang terlalu kasar. Serat kasar disini berarti sampah sampah atau kotoran kandang selain kotoran ternak, seperti batang dan daun keras, sisa batang rumput dan kotoran lainnya yang sebagian besar adalah sisa sisa pakan ternak yang terlalu kasar. Hal ini dapat menimbulkan scum/buih dan residu di dalam pembangkit yang dapat mengurangi kinerja dari pembangkit itu sendiri.
b. Pencampuran dengan air dan pengadukan.
Dilakukan pencampuran kotoran sapi dan air. Air sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam pembangkit sebagai media transpor. Oleh karenanya tahapan ini cukup krusial mengingat campuran yang terlalu encer atau terlalu kental dapat mengganggu kinerja pembangkit dan menyulitkan dalam penanganan effluent (hasil keluaran pembangkit biogas). Sebagai panduan dasar, campuran yang baik berkisar antara 7% - 9% bahan padat. Disini juga dilakukan pengadukan agar campuran bahan organik – air dapat tercampur dengan homogen.
c. Filtrasi kedua
Target kami dengan melakukan penyaringan tahap kedua adalah untuk memisahkan kotoran sapi sebagai bahan baku organik pembangkit dengan bahan anorganik lain yang lolos di saringan tahap pertama terutama pasir dan batu batu kecil. Proses ini cukup penting mengingat kandungan bahan anorganik (pasir) di dalam pembangkit tidak dapat dicerna oleh bakteri dan dapat menyebabkan residu di dasar pembangkit.
d. Pemasukkan bahan organik
Kami membuat semacam katup/keran sederhana agar proses pemasukkan bahan organik kedalam pembangkit dapat dilakukan dengan semudah mungkin.
Memang cukup banyak parameter parameter yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pembangkit biogas ini (parameter dan syarat syarat lain seperti temperatur, rasio karbon – nitrogen, derajat keasaman dan lainnya mudah mudahan dapat kami singgung di tulisan selanjutnya). Nampaknya hal hal inilah yang menjadi kendala operasi dalam pemasyarakatan dan penggunaan pembangkit biogas secara masal di banyak negara.
Target kami dalam melakukan desain pembangkit dan infrastruktur ini adalah pengerjaan dan operasi dapat dilakukan oleh anak kandang atau pegawai kebun. Sehingga proses proses yang rumit ini harus dibuat sesederhana mungkin dan tidak menambah beban pekerjaan pegawai lebih banyak.
2.1 BAK MIXER
Di dalam bak ini kotoran ternak dicampur dengan air untuk kemudian dialirkan menuju pembangkit. Ukuran bak pencampur yang kami buat adalah 50x50x50cm sehingga volume yang dapat ditampung dengan kapasitas maksimum 80% bak adalah 100 liter. Desain bak permanen dengan bahan semen dan batu bata.
Bak mixer ini memiliki celah miring di kedua sisinya sebagai tumpuan filter/screen untuk memisahkan serat yang terlalu kasar. Screen ini dapat diangkat untuk dibersihkan.
Screen terbuat dari kawat ayam dengan mesh +/- 1cm. Sebelumnya kami sudah mencoba dengan mesh yang lebih rapat, namun ternyata kotoran sapi tidak dapat lewat mesh tersebut. Dengan mesh 1cm inipun kami masih merasa terlalu rapat. Pada gambar terlihat bahwa serat yang kasar tersangkut pada screen.
Desain ini kami anggap masih belum cukup baik, karena untuk melakukan penyaringan, masih diperlukan effort yang besar untuk mengayak kotoran tersebut.
Di bagian belakang bak ini (arah kiri pada gambar 4) terdapat 1 buah lubang (¾”) untuk overflow apabila air terlalu penuh atau apabila bak terisi air hujan. Kemudian 1 lubang lagi (2”) untuk pencucian/drainase dan 1 lubang (PVC 4”) dengan sumbat untuk pengaliran bahan baku ke dalam pembangkit.
2.2 PARIT PEMBANGKIT
Pembangkit yang terbuat dari plastik polyethylene kami tempatkan semi-underground, setengah terkubur di dalam tanah. Untuk itu perlu dibuatkan semacam parit sebagai wadah agar pembangkit yang berbentuk tubular dapat disimpan dengan baik.
Parit ini berukuran panjang 6m, lebar atas 95cm, lebar bawah 75cm, tinggi di ujung input adalah 85cm, dan tinggi di ujung output 95cm. Untuk lebih jelas, perhatikan skema berikut.
Gambar 5: Skema parit pembangkit.
(1) Dimensi Parit. (2). Bentuk parit yang cekung pada dasar, membentuk mangkok.
Dimensi parit yang dibuat sangat tergantung pada dimensi pembangkit yang akan dibuat dan tentu ukuran plastik polyethylene (PE) yang tersedia di pasaran. Kami menggunakan plastik PE dengan lebar bentang 150cm, sehingga apabila membentuk tubular, diameternya sekitar 95cm. Kapasitas pembangkit yang kami buat kurang lebih 4000 liter. Parit ini memiliki inklinasi sekitar 2 – 3 derajat turun mengarah ke lubang output. Inklinasi ini dibuat untuk memaksimalkan volume pembangkit yang dapat diisi oleh bahan baku.
Setelah dilakukan penggalian parit, pembentukan dinding parit dapat dilakukan dengan campuran semen-tanah, semen-batu bata, atau seperti yang kami lakukan, menggunakan campuran air dan tanah saja. Hal ini dilakukan untuk menekan biaya produksi. Tanah galian dicampur dengan air dan diaduk aduk dengan cara di injak injak hingga didapatkan tanah yang memiliki tekstur liat. Setelahnya dengan menggunakan sendok tembok dapat dibuat dinding, persis seperti menembok dengan semen. Cara ini sangat murah dan sederhana, namun memang dari sisi ketahanan tidak baik, karena pengaruh suhu, dan campuran yang tidak homogen dinding tanah akan mudah retak dan pecah. Dinding ini perlu kami buat karena lokasi pembangkit berada di tanah urugan, sebaiknya memang parit dibuat di tanah bukan urugan, sehingga pembuatan dinding dapat memanfaatkan kekerasan tanah yang ada.
|
Gambar 6: Parit pembangkit, bagian atas adalah bak mixer. |
Gambar 7: Parit pembangkit, sudah dibuatkan tiang tiang untuk atap |
Kamis, 12 Januari 2012
70 km/jam bisa dikonversikan ke rpm jika gerakkan tsb melingkar
(lintasan berbentuk lingkaran). dan tergantung jari-jari lingkaran.
misal
- Jari-jari lintasan (r) : 10 m
- v = 70 km/jam = 19,4 m/s
maka kecepatan angular w (kecepatan sudut) :
v = w.r --> w = v/r
w = 19,4/10 = 1,94 rps
= 1,94 / (1/60) = 116,4 rpm
maka 70 km/jam = 116,4 rpm.
Note :
v = kecepatan linear m/s
w = kecepatan sudut (angular) rpm
r = jari-jari lintasan
misal
- Jari-jari lintasan (r) : 10 m
- v = 70 km/jam = 19,4 m/s
maka kecepatan angular w (kecepatan sudut) :
v = w.r --> w = v/r
w = 19,4/10 = 1,94 rps
= 1,94 / (1/60) = 116,4 rpm
maka 70 km/jam = 116,4 rpm.
Note :
v = kecepatan linear m/s
w = kecepatan sudut (angular) rpm
r = jari-jari lintasan
Rabu, 11 Januari 2012
itan GX-3 Mengharumkan Nama Universitas Jember Dengan Hasil Juara Dua Nasional
Prestasi membanggakan ditorehkan anak-anak Tegalboto, setelah tahun lalu menjadi juara dua di ajang Kompetisi Mobil Listrik di Universitas Brawijaya, kini Tim Mobil listrik Fakultas Teknik Universitas Jember dengan mobilnya Titen GX-3 kembali mengulang kejayaan dengan meraih juara dua di ajang Kompetisi Mobil Listrik Nasional di Politeknik Negeri Bandung (23/10). Keberhasilan mempertahankan prestasi ini membuktikan jika kemampuan anak-anak Tegalboto tidak kalah dengan mahasiswa lainnya. Dalam kesempatan ini juara pertama diraih Tim Mobil Listrik Bogi dari Universitas Negeri Yogyakarta dan juara ketiga dibawa pulang Tim Mobil Listrik Speeder II Revolution karya mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik Nasional Yogyakarta.
Kedatangan mobil listrik Titen GX-3 disambut langsung oleh Pembantu Rektor III, Drs. Andang Subahariyanto, M.Hum di gedung Rektorat dr. R. Achmad (25/10). Pembantu Rektor III yang penasaran dengan kemampuan Titen GX-3, menyempatkan diri mengendarai langsung mobil listrik juara dua nasional ini di seputaran kampus Tegalboto. Bahkan beberapa wartawan yang meliput acara ini turut merasakan duduk di belakang kemudi Titen GX-3 yang dimodifikasi ala mobil Go Kart. “Handling dan kemampuan lajunya tak kalah dengan mobil berbahan bakar bensin,” ujar Drs. Andang Subaharianto, M.Hum memuji mobil karya anak-anak Tegalboto.
Menurut Ketua Tim Mobil Listrik Titen GX-3, Andi Arif, proses persiapan turun di ajang Kompetisi Mobil Listrik kemarin membutuhkan waktu selama dua bulan. Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin semester tujuh ini memimpin tiga rekannya, Raditya Wahyu, Muhtadha Faizun dan Widya Setiawan yang kesemuanya satu jurusan berkutat siang malam demi mempertahankan prestasi tahun lalu. “Waktu dua bulan tadi digunakan untuk persiapan desain, perakitan, uji coba, trouble shooting dan belajar mengemudi,” kata Arif. Selama persiapan tersebut, mereka dibimbing oleh tiga dosen yakni, Nurkoyim, ST., MT., Dr. Asmi Soleh, ST., MT dan Andi Setiawan, ST., MT.
Turun di ajang kompetisi tingkat nasional membawa banyak pengalaman bagi Tim Mobil Listrik Titen GX-3. Selain harus memecahkan masalah yang mendera seperti sistem kesimetrisan roda, pengereman yang agak bermasalah, mereka juga berkesempatan mengaplikasikan ilmu yang didapat di bangku kuliah dalam kehidupan nyata. “Kami bangga karena kerja keras kami terbayarkan dengan posisi juara dua nasional. Yang paling penting kami tidak lagi takut bersaing dengan tim dari PTN lain,” tambah Arif yang diiyakan seluruh kawan-kawannya.
Namun Arif dan kawan-kawan tak ingin berhenti di tingkat nasional, kini dirinya dan kawan-kawan dengan dukungan para dosen di Fakultas Teknik tengah menyempurnakan Titen GX-3. Pasalnya mereka memiliki target ingin turun di kejuaran mobil listrik di Malaysia yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat. “Kami masih harus bekerja keras menyempurnakan kekurangan yang ada agar layak tanding di tingkat internasional,” pungkas Arif. (iim)
Langganan:
Komentar (Atom)
